Rabu, 11 Mei 2016

Sejarah Tanaman Padi

Padi (bahasa latin: Oryza sativa L.) merupakan salah satu tanaman budidaya terpenting dalam peradaban. Meskipun terutama mengacu pada jenis tanaman budidaya, padi juga digunakan untuk mengacu pada beberapa jenis dari marga (genus) yang sama, yang biasa disebut sebagai padi liar. Padi awalnya dikenal masyarakat lembah pertengahan sungai Yangtze dan diatas sungai Huai sekitar 8.500-8000 tahun SM. Padi tumbuh setelah dilakukan pembukaan hutan hingga dipanen oleh masyarakat dan dibudidayakan secara bepindah-pindah. Sekitar 2000 tahun kemudian ditemukan cara budidaya padi tanpa harus berpindah. Menurut para sejarawan masyarakat Cina lah yang pertamakali mendomestikkan padi pada 6000 tahun SM. Daerah sungai terpanjang ke-3 di dunia itu merupakan lumbung padi terbesar di Cina dengan total produksi sekitar 70%. Cara budidaya padi dengan sistem basah dilakukan sejak 6.280 tahun SM sedangkan sistem kering dilakukan di Daecheon-ni, Korea pada 3.500-2000 SM. Peryebaran tanaman padi bergerak menuju pegunungan Himalaya Timur dan menyebar ke Myanmar,Thailand, Laos, Indonesia, Malaysia, Vietnam dan Cina Selatan. Padi masuk ke Indonesia dibawa oleh nenek moyang yang migrasi dari daratan Asia sekitar 1500 SM. Dari Cina padi bergerak ke negara India dan Srilanka pada 2000 SM. Dari India padi masuk kewilayah Yunani hingga akhirnya masuk kewilayah Afrika, Brasil, Amerika Tengah dan Selatan. Pengembara Portugal berhasil membawa beras kewilayah Brasil sedangakan penjelajah Spanyol berhasil membawa beras kewilayah Amerika Tengah dan Selatan.
Padi termasuk dalam suku padi-padian atau poaceae. Tanaman semusim, berakar serabut,batang sangat pendek, struktur serupa batang terbentuk dari rangkaian pelepah daun yang saling menopang daun sempurna dengan pelepah tegak, daun berbentuk lanset,warna hijau muda hingga hijau tua, berurat daun sejajar, tertutupi oleh rambut yang pendek dan jarang, bagian bunga tersusun majemuk, tipe malai bercabang, satuan bunga disebut floret yang terletak pada satu spikelet yang duduk pada panikula,tipe buah bulir atau kariopsis yang tidak dapat dibedakan mana buah dan bijinya, bentuk hampir bulat hingga lonjong,ukuran 3mm hingga 15mm, tertutup oleh palea dan lemma yang dalam bahasa sehari-hari disebut sekam,struktur dominan padi yang biasa dikonsumsi yaitu jenis enduspermium. Setiap bunga padi memiliki enam kepala sari (anther) dan kepala putik (stigma) bercabang dua berbentuk sikat botol.Kedua organ seksual ini umumnya siap bereproduksi dalam waktu yang bersamaan. Kepala sari kadang-kadang keluar dari palea dan lemma jika telah masak. Dari segi reproduksi, padi merupakan tanaman berpenyerbukan sendiri,karena 95% atau lebih serbuk sari membuahi sel telur tanaman yang sama. Setelah pembuahan terjadi,zigot dan inti polar yang telah dibuahi segera membelah diri. Zigot berkembang membentuk embrio dan inti polar menjadi endosperm. Pada akhir perkembangan,sebagian besar bulir padi mengadung pati dibagian endosperm. Bagi tanaman muda,pati dimanfaatkan sebagai sumber gizi.
Hama dan Penyakit Padi
Hama-hama penting
·         Penggerek batang padi putih ("sundep", Scirpophaga innotata)
·         Penggerek batang padi kuning (S. incertulas)
·         Wereng batang punggung putih (Sogatella furcifera)
·         Wereng coklat (Nilaparvata lugens)
·         Wereng hijau (Nephotettix impicticeps)
·         Lembing hijau (Nezara viridula)
·         Walang sangit (Leptocorisa oratorius)
·         Ganjur (Pachydiplosis oryzae)
·         Lalat bibit (Arterigona exigua)
·         Ulat tentara/Ulat grayak (Spodoptera litura dan S. exigua)
·         Tikus sawah (Rattus argentiventer)
Penyakit-penyakit penting
·         blas (Pyricularia oryzaeP. grisea)
·         hawar daun bakteri ("kresek", Xanthomonas oryzae pv. oryzae)

Sabtu, 07 Mei 2016

Penyakit Blas Tanaman Padi

Teknologi imunisasi pada tanaman padi merupakan sebuah inovasi baru dalam konteks perlindungan sedini mungkin dalam melakukan pencegahan terhadap serangan hama penyakit sekaligus memperkuat fungsi akar, batang dan daun sehingga tanaman mampu tumbuh secara optimal dalam memanfaatkan pupuk, iklim dan air. Organisme Pengganggu Tanaman (OPT) yang banyak menyerang tanaman padi salah satunya adalah penyakit blast atau sohor dan biasa dikenal dengan nama patah leher. Penyakit yang disebabkan oleh cendawan Pyricularia Oryzae itu menyerang tanaman padi pada masa vegetatif.  Saat vegetatif gejala pada daun terlihat bintik kecil menyerupai belah ketupat berwarna kuning dan keunguan pada bagian tengah bintik. Semakin lama bercak menjadi besar, hingga pada saat memasuki fase generatif pangkal malai membusuk dan mudah patah. Karena posisi patahan dipangkal malai sehingga disebutlah patah leher.
Serangan pada fase generative menyebabkan pangkal malai membusuk, berwarna kehitanaman dan mudah patah (busuk leher). Penyakit blast menyebabkan penurunan hasil sampai 50%. Jika produksi 10 ton per Ha maka petani akan kehilangan sekitar 5 ton per Ha. Itu karena pengisian bulir yang tidak sempurna karena patah leher. Kelembaban merupakan salah satu faktor yang menyebabkan jamur Pyricularia oryzae (P. grisea) mudah berkembang, terlebih ketika musim hujan dan jarak tanam terlalu rapat. Jamur berkembang optimum pada suhu 24-28 derajat Celcius. Fase rentan pada tanaman padi adalah pada saat persemaian dengan stadia vegetatif (blas daun) umur 30-50 hst dan stadia generatif (blas leher)umur 60-80 hst. Perkembangan penyakit blas dipicu oleh penanaman varietas padi yang peka, jarak tanam rapat dan pemupukan N tinggi tanpa diimbangi dengan P dan K. Selain itu, penyakit blas tergolong seed born disease (penyakit terbawa biji/benih). Artinya, bila benih dari tanaman terserang patogen blas ditanam, maka tanaman padi yang tumbuh dari benih tersebut sudah membawa patogen blas.
Direkomendasikan untuk melakukan pengendalian penyakit blas sebagai berikut:
1. Tanam benih sehat. Benih sehat adalah benih yang tidak membawa patogen blas. Benih ini berasal dari tanaman yang tidak terserang patogen blas (tidak bergejala blas, baik daun maupun pangkal malai). Benih sehat juga dapat diperoleh dengan perlakuan benih menggunakan fungisida sistemik seperti Pyroquilon dengan takaran 8 g/kg benih. Fungisida lain untuk perlakuan benih adalah Tricyclazole dan Benomyl-T
2. Tanam varietas tahan. Inpari 4, 11, 14 dan Inpari Sidenuk tahan/toleran terhadap penyakit potong leher. Penggunaan VUB ini menurunkan infeksi penyakit potong leher 46-94%, tergantung VUB yang digunakan.
3. Tanam cara jajar legowo. Dengan tanam jajar legowo, kelembaban di pertanaman padi tidak tinggi, dapat menghambat perkembangan penyakit blas.
4. Pemupukan NPK sesuai kandungan hara tanah. Dengan pemupukan NPK sesuai kandungan hara tanah, kebutuhan unsur hara tanaman padi dapat dipenuhi sehingga tanaman padi tumbuh optimal dan dapat mempertahankan diri dari gangguan penyakit blas.
5. Menyemprot tanaman padi dengan fungisida. Fungisida Tricyclazole efektif mengendalikan penyakit blas leher bila disemprotkan pada saat bunting dan berbunga. Fungisida-fungisida lain yang juga efektif adalah Edifenphos, Tetrachlorophthalide, Kasugamycyn, IBP, Isoprotionalane, Thiophanate methyl dan Benomyl + mancozeb.

Daftar Pustaka

Jumat, 06 Mei 2016

Pengendalian OPT Tanaman Padi



Padi (Oryza sativa L.) merupakan tanaman pangan yang masih satu keluarga rumput berumpun. Tanaman ini telah dibudidayakan sejak beribu tahun yang lalu. Tanaman pangan ini hampir menyebar diseluruh wilayah di Indonesia karena kesesuaian kondisi lahan dan lingkungan untuk pertumbuhannya dan peran masyarakat dalam mengembangkan tanaman ini. Tanaman padi tidak dapat tumbuh dengan baik tanpa adanya perawatan. Perawatan tanaman padi dilakukan pada saat pembibitan, setelah dipindah ke lahan hingga saat padi dipanen. Musuh utama tanaman padi pada saat pembibitan adalah keong mas, wereng, belalang dan hama pengganggu lainnya. Persiapan lahan untuk pembibitan juga berpengaruh dengan tumbuhnya tanaman pengganggu atau sering disebut gulma. Tanaman padi yang telah dipindah dilahan memiliki kerentanan lebih karena jarak tanam dan jumlah tanaman yang ditanam per lubang tidak banyak.
Pengendalian OPT pada tanaman padi, dapat dikategorikan dalam suatu kegiatan yang cukup penting dari tahapan budidaya tanaman padi.  Meskipun cara bertanamnya benar dan benih yang ditanam menggunakan varietas unggul baru, namun bila tidak diimbangi dengan perawatan pengendalian OPT, maka hasil panen tidak maksimal karena tanaman akan rusak bahkan mati akibat populasi OPT atau organisme pengganggu tanaman yang tidak terkendaliPerawatan  padi harus ditangani dengan baik agar mendapatkan hasil panen padi yang optimal dan ada beberapa hal penting yang harus dilakukan dalam perawatan tanaman padi yaitu melakukan pemantauan, pengamatan dan terakhir baru mengendalikan OPT. Pengendalian OPT dimaksudkan sebagai usaha untuk menekan populasi OPT sampai pada tingkat yang tidak menimbulkan kerugian ekonomi dan mencegah kemungkinan terjadinya penyebaran OPT ke areal yang lebih luas pada berbagai lokasi/daerah. Hama dapat menyebabkan kerusakan yang berarti terhadap tanaman padi apabila tidak ditangani dengan baik (Tompunu dkk., 2014)
Teknik pengendalian OPT yang dapat dipilih atau dilakukan meliputi pengendalian  secara mekanik dan fisik, kultur teknik, dengan penggunaan varietas tahan, hayati/biologi, kimiawi, dan dengan peraturan perundang-undangan. Pada saat ini, banyak orang yang tidak memperhatikan dampak dari pengendalian OPT secara kimiawi. Sejauh ini pengendalian OPT dilakukan secara murah dan instan namun berdampak negatif bagi lingkungan. Pencegahan serangan OPT dapat diminimalisir dengan menggunakan varietas padi yang tahan OPT, musuh alami, menggunakan pembasmi OPT hayati, dan melakukan hal-hal lain yang dapat mencegah dan mengurangi OPT (Mugnisjah dan Setiawan, 2001).
Pemanfaatan musuh alami sebagai pengendali hayati untuk mengendalikan hama merupakan pilihan yang tepat untuk menekan penggunaan bahan kimia di sektor pertanian. Indonesia merupakan negara tropis yang kaya akan ragam hayati, yang dapat dimanfaatkan secara maksimal untuk mengendalikan organisme pengganggu tanaman (OPT). Organisme sebagai musuh alami OPT yang berguna tersebut dapat berfungsi sebagai pathogen, parasit, dan predator bagi hama-hama tanaman. Keberhasilan pemanfaatan musuh alami sebagai pengendali hayati hama sangat ditentukan pula oleh keadaan agroekosistem setempat, hal itu berkaitan dengan keragaman spesies serangga yang hidup pada pertanaman di ekosistem tersebut. Semakin tinggi keragaman serangga yang ada pada ekosistemn tersebut maka akan meningkatkan peluang keberhasilan dari pemanfaatan musuh alami dalam pengendalian tersebut. Semakin besar komposisi keragaman serangga maka ekosistem semakin stabil, karena dominasi salah satu serangga tidak akan terjadi (Subagiya, 2013).
Organisme pengganggu tanaman dapat diamati terlebih dahulu sebelum melakukan pembasmian. Tujuannya agar tidak salah dalam mengendalikan OPT yang ada. Kesalahan yang dilakukan dapat merusak lingkungan sekitar dan berdampak buruk bagi tanaman karena bukan tidak mungkin OPT semakin merajalela. Adanya pembasmi OPT baik secara kimiawi maupun hayati diharapkan dapat meredam populasinya  pada lahan. Pengendalian memang terasa sulit namun jika dicegah dengan mengatur pola tanam dan menanam dengan
varietas tanaman yang lebih tahan akan mempermudah dalam pengendalian OPT. Pengendalian organisme penganggu tanaman (OPT) di lahan organik memerlukan banyak inovasi untuk menekan penggunaan pestisida (Irsan dkk., 2014)